Buku: Merawat Kebersamaan

Kita sering bertanya apa yang dikerjakan polisi ketika terjadi konflik atau aksi-aksi kekerasan, termasuk yang mengatasnamakan agama, tapi sesudah itu kita segera melupakannya. Ini ironis: kita memerlukan polisi sebagai pihak terdepan dalam merawat kebersamaan kita, tapi seringkali kita tak memedulikannya, apalagi mendengar dan mengajak mereka bicara. Ditulis dua orang dosen, peneliti dan fasilitator bina-damai, buku ini membahas tema yang jarang sekali dikupas: pemolisian konflik agama, kebebasan beragama, pluralisme, dan upaya-upaya bina-damai.

Buku ini semula merupakan bahan-bahan yang dibagikan dalam berbagai kegiatan diskusi, workshop, dan fasilitasi di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan bertema “Pemolisian Konflik Agama” itu, yang dikoordinasikan MPRK-UGM dan Paramadina, selalu melibatkan polisi, pemimpin agama, dan tokoh-tokoh masyarakat sipil lain.

Mengingat sulitnya menemukan bahan bacaan dengan tema itu di Indonesia, buku ini hadir untuk mengisi kekosongan tersebut. Karena itu, buku ini tidak saja bermanfaat bagi para polisi dan pemimpin sipil, tetapi juga para pegiat pluralisme dan para pengambil kebijakan umumnya.

Silakan baca dan unduh di bawah ini:

Sumber: Forum Muda Paramadina

Buku: Ensiklopedi Nurcholish Madjid Jilid 1, 2 dan 3

Budhy Munawar Rachman

Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah hasil penyuntingan lebih dari 15 tahun kerja intelektual dan pengajaran Prof. Dr. Nurcholish Madjid di Pusat Studi Islam Paramadina. Selama masa yang panjang itu, sejak ber­diri­nya Yayasan Paramadina, sampai masa-masa menjelang reformasi, Cak Nur—panggilan akrab beliau—terus-menerus memberikan pada ma­ha­siswa-mahasiswanya di Paramadina, gagasan-gagasan keberagamaan yang segar, inspiratif, berwawasan universal, kosmopolit, dan penuh kedalaman spiritual—bahkan kadang-kadang menantang berpikir ulang atas kepercayaan keagamaan tradisional selama ini.

Dalam proses belajar itu, terbentuklah apa yang kemudian disebut “Komunitas Paramadina”––yaitu ribuan mahasiswa atau murid-murid Cak Nur yang secara intens terus-menerus mempelajari pemikiran Islam di Paramadina, selama bertahun-tahun hingga kini. Dalam proses pengajaran Cak Nur itu AlhamduliLâh sempat tersimpan rekaman ratusan jam perkuliahan Cak Nur, dan catatan-catatan (hand out), yang sayangnya tak­ terdokumentasi lagi tanggal pengajarannya itu.

Unduh buku Jilid I, Jilid II, Jilid III

Baca Online: Jilid I, Jilid II, Jilid III

Sumber: Abad Demokrasi

Cak Nur(cholis Madjid): Pidato Terakhir

“… Toleran satu sama lain mengandung semangat pluralisme, bahwa kita mengakui adanya perbedaan di antara masyarakat, tetapi perbedaan itu secara positif. Perbedaan harus dijadikan modal untuk saling berlomba menggapai kebajikan…”

Pelatihan Jurnalistik “Meliput Isu-isu Toleransi Beragama”

 

”Menghindari mengungkap kekerasan, tapi bagaimana dengan fakta?,”  ”Mengapa media umumnya jadi partisan dalam peliputan konflik berlatar agama?” ”Apakah Forum Kerukunan Umat Beragama pemecah masalah atau sumber masalah?” ” Bagaimana sikap media semestinya dalam meliput soal kemunculan nabi baru?” Pertanyaan-pertanyaan kritis ini bermunculan dalam diskusi dengan narasumber yang dihadirkan dalam Pelatihan Jurnalistik “Meliput Isu-isu Toleransi Beragama” yang digelar 13-17 Februari 2012 di Jakarta. Training jurnalistik ini diselenggarakan PPMN dengan dukungan dari Kedutaan Besar Selandia Baru.

Sederet narasumber mengisi training dengan membawakan aneka tema menarik ; Lutfi Assyaukanie (bekas wartawan Ummat, peneliti, dan dosen di Universitas Paramadina dan Al-Azhar), Ade Armando (Pengajar FISIP UI dan bekas anggota KPI), Dr Al Makin (peneliti literatur klasik Islam, dan peneliti tentang fenomena nabi dari Univeritas Negeri Singapura NUS), serta Ihsan Ali Fauzi ( pengajar dan peneliti di Universitas Paramadina). Beberapa tema yang didiskusikan di antaranya tentang konflik agama, konflik pendirian rumah ibadah dan SKB 3 Menteri hingga mengulas hasil penelitian soal fenomena nabi baru. Peserta juga diajak mengenal Ahamdiyah yang yang banyak disorot media karena mengalami diskrminasi melalui Mubarik Ahmad (juru bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia) dan juga memperkaya pengetahuan tentang agama lokal lewat diskusi dengan Dewi Kanti Sedjati (penganut Sunda Wiwitan dan pendiri Paguyuban Anti Diskriminasi untuk Agama, Adat dan kepercayaan).

Sebanyak 20 jurnalis dari media cetak, tv dan radio mengikuti dengan tekun setiap sesi selama 4 hari pelatihan. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan pengalaman liputan yang beragam. Tiga jurnalis senior bertugas sebagai trainer yang membantu peserta mematangkan rencana peliputan mereka yaitu Ahmad ”Alex” Junaidi (The Jakarta Post), Alif Imam Nurlambang ( Tempo TV) dan Vivi Zabkie (KBR68H).

Beberapa peserta mengaku kalau pandangan mereka berubah melihat berbagai persoalan toleransi beragama. ”Saya biasanya menganggap Ahmadiyah itu seperti liputan media kebanyakan (sebagai agama sesat), namun kini tidak lagi,” ujar salah satu peserta usai berdiskusi dengan narasumber dari Ahmadiyah. Kebersamaan dan diskusi di antara peserta tak berhenti begitu pelatihan ditutup.  Sebuah grup diskusi Blackberry Messenger dan grup di jejaring sosial Facebook  dibentuk peserta untuk terus mendiskusikan berbagai masalah liputan soal toleransi beragama.

Sumber: PPMN